Cooperative
learning merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada
pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda kedalam
kelompok-kelompok kecil (Saptono, 2003:32). Kepada siswa diajarkan keterampilan
keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya,
seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman,
berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan
sebagainya. Agar terlaksana dengan baik strategi ini dilengkapi dengan LKS yang
berisi tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan siswa. Selama bekerja dalam
kelompok, setiap anggota kelompok berkesempatan untuk mengemukakan pendapatnya
dan memberikan respon terhadap pendapat temannya. Setelah menyelesaikan tugas
kelompok, masing-masing menyajikan hasil pekerjaannya didepan kelas untuk
didiskusikan dengan seluruh siswa.
Berikut ini model pembelajaran yang
dapat mewakili model-model cooperative learning
1.
Student teams achievement division (STAD)
a) Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh
Slavin dkk.
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
b) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara
individual sehingga akan diperoleh skor awal.
c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri
dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah).
Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda
tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender.
d) Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam
kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD
biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi.
e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dipelajari.
f) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap
siswa secara individual.
g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor
kuis berikutnya (terkini)
2.
Jigsaw (model tim ahli)
a) Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali
dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah mengaplikasikan tipe Jigsaw
dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok,
dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang
berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta jika
mungkin anggota berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap
mengutamakan kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah
anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran
yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian
materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama
belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart
Group/CG).
Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama,
serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke
kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi
gergaji).
Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi
pembelajaran yang dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari
dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok
ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa.
Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi
yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli dan setiap siswa
menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru
memfasilitasi diskusi kelompok baik yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun
kelompok asal.
b) Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun
kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau
dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi
kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
c) Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
d) Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor
penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual
dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
e) Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi
beberapa bagian materi pembelajaran.
f) Perlu diperhatikan bahwa jika
menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi baru, perlu dipersiapkan suatu
tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.
3.
Group investivigation go a round (infvestigasi kelompok)
Langkah-langkah:
a)
Membagi siswa kedalam kelompok kecil yang terdiri dari ± 5 siswa
b)
Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis
c)
Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan
kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang
disepakati.
4.
Think pair and share
Langkah-langkah:
a) Guru menyampaikan inti materi
b) Siswa berdiskusi dengan teman
sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
c) Guru memimpin pleno dan tiap kelompok
mengemukakan hasil diskusinya
d) Atas dasar hasil diskusi, guru
mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum diungkap siswa
e) kesimpulan
5.
Make a match (membuat pasangan)
Langkah-langkah:
a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang
berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu
berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban)
b) Setiap siswa mendapat satu kartu dan
memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
c) Siswa mencari pasangan yang mempunyai
kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban)
d) Siswa yang dapat mencocokkan kartunya
sebelum batas waktu diberi poin
e) Setelah satu babak kartu dikocok lagi
agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian
seterusnya
f)
Kesimpulan.
6. Pembelajaran kooperatif tipe NHT
(Number Heads Together)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada
umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman
pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Langkah-langkah penerapan tipe NHT:
a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan
kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk
mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap
kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau
nama.
d) Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama
dalam kelompok.
e) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu
nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang
ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
f) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat
rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
g) Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
h) Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor
penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual
dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
7. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team
Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)
Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini
mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran
idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara
individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan
untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara
individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil
belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling
dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab
atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah
sebagai berikut:
a) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari
materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
b) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk
mendapatkan skor dasar atau skor awal.
c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri
dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan
rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang
berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.
d) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam
kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa
jawaban teman satu kelompok.
e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,
mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah
dipelajari.
f) Guru memberikan kuis kepada siswa
secara individual.
g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan
perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor
kuis berikutnya (terkini)
8. Model pembelajaran Bertukar Pasangan
Model pembelajaran bertukar pasangan termasuk
pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar
pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus kembali ke pasangan
semula/pertamanya.
Langkah-langkah pembelajarannya :
a)
Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk
pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya).
b)
Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
c)
Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang
lain.
d)
Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini
saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
e)
Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada
pasangan semula.
f)
Kesimpulan.
g)
Penutup.
9.
Model
pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu
Model pembelajaran two stay two stray / Dua Tinggal Dua
Tamu merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok
untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan
dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
a)
Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
b)
Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang
lain.
c)
Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi ke tamu mereka.
d)
Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain.
e)
Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
f)
Kesimpulan..
10.
Pair Check
Satu lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan, yaitu Pair
Check. Model pembelajaran ini juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja
sama dan kemampuan memberi penilaian.
Langkah-langkah Pembelajarannya sebagai
berikut :
a)
Bekerja Berpasangan
Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) siswa.
Setiap pasangan mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu
melatih siswa dalam menilai.
b)
Pelatih Mengecek
Apabila patner benar pelatih memberi kupon.
c)
Bertukar Peran
Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 –
3.
d)
Pasangan Mengecek
Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan
jawaban.
e)
Penegasan Guru
Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
11. Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat dalam
mengembangkan Kecakapan Komunikasi
Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat merupakan pengembangan dari
Think-pair-share yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan Think-pair-square oleh
Spencer Kagan. Anita Lie (Lie,2002:56) mengkombinasikan kedua teknik tersebut
menjadi teknik berpikir-berpasangan-berempat sebagai struktur pembelajaran
kooperatif. Teknik ini memberikan pada kesempatan lebih banyak siswa untuk
mengapresiasikan dirinya. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran
dan tingkatan usia anak didik.
Think-pair-share
adalah suatu strategi pembelajaran yang tumbuh dari penelitian pembelajaran
kooperatif dan waktu tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan mula-mula oleh
Frank Lyman dan kawan-kawan dari universitas Maryland pada tahun 1985 ini
merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus didalam kelas.
Menurut Arends dalam Alhadi (2006:12) Strategi ini menentang ansumsi bahwa
seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan didalam setting seluruh kelompok
serta memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu orang sama
lain.
Strategi Think-pair-square yang dikembangkan oleh Spencer Kagan terdiri dari
tiga tahap yaitu:
Tahap 1 :
Thingking (Berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan
dengan palajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu
tersebut secara mandiri beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing (Berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa
lain untuk dapat mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama.
Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan
suatu pertanya atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah
diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4 sampai 5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 :
Sharing (Berbagi). Pada tahap akhir ini, guru meminta pasangan siswa untuk
membentuk kelompok yang lebih besar untuk berbagi yang tentang apa yang telah
mereka pelajari dan seterusnya sampai seluruh kelas.
Adapun prosedur pembelajaran kooperatif tipe Berpikir-Berpasangan-Berempat
adalah sebagai berikut :
a) Guru membagi siswa kedalam kelompok dimana satu kelompok
terdiri dari 4 orang dengan pengelompokkan heterogen berdasarkan kemampuan
akademiknya dan jenis kelaminnya.
b) Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa,
c) Dalam pengerjannya, mula-mula siswa diminta bekerja
sendiri-sendiri lalu berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan
selanjutnya dengan kelompok berempat.
d) Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berhubungan
dengan LKS, kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawabannya secara mandiri
beberapa saat. Lalu kembali berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan
berdiskusi untuk meyakinkan jawabannya. Setelah beberapa waktu siswa diminta
kembali kedalam kelompok berempatnya dan berbagi jawaban serta berdiskusi untuk
saling meyakinkan dalam mencari jawaban terbaik.
e) Guru memanggil salah satu kelompok atau perwakilannya
untuk ke depan kelas dan memberikan kesimpulan jawaban yang telah disepakati
kelompoknya dan ditanggapi oleh seluruh siswa sampai ditemukan suatu
kesimpulan.
12.
Tipe Berkirim
Salam dan Soal
Menurut Subandriyo (2006) tipe berkirim salam dan soal
merupakan strategi yang bertujuan untuk mensiasati agar semua terlibat aktif
guna memperoleh pengalaman belajar nyata yang menyenangkan. Selain itu, tipe
berkirim salam dan soal memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa
untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka.
Dalam tipe berkirim salam dan soal siswa diberi
kesempatan untuk membuat pertanyaan terhadap materi yang akan dibahas pada hari
itu. Dengan demikian, mereka lebih terdorong untuk belajar karena nantinya
mereka akan bertukar soal dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh kelompok
lain.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan
tipe berkirim salam dan soal menurut Irmaika (2009) adalah sebagai berikut :
a) Guru menentukan topik yang akan dibahas.
b) Guru menyampaikan materi secara interaktif untuk
memunculkan pertanyaan yang terfikirkan oleh siswa.
c) Guru membagi siswa dalam kelompok dan disetiap kelompok
ditugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok
lain dan menciptakan sapaan dan sorak khas kelompok.
d) Masing-masing kelompok mengirimkan utusan yang akan
memberikan soal dan menyampaikan salam (sapaan dan sorak khas).
e) Setiap kelompok mengirimkan soal kiriman dari kelompok
lain.
f) Setelah selesai, jawaban masing-masing
kelompok dicocokkan dengan jawaban kelompok yang membuat soal.
g) Di akhir pelajaran, guru memberikan penegasan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
13.
Tipe Kepala Bernomor
Tehnik
belajar mengajar kepala bernomor dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Tehnik
ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, tehnik ini juga
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
Penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor, yaitu :
a) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap
siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
b) Penugasan diberikan kepada setiap siswa
berdasarkan nomornya, siswa nomor 1 bertugas menyebutkan nama bendanya, siswa
nomor 2 betugas menyebutkan warnanya, siswa nomor 3 menyebutkan bentuknya,
siswa nomor 4
14.
Kepala Bernomor
Struktur
Model Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur merupakan
modifikasi dari model pembelajaran Numbered Heads
Together. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada penugasan dan masuk
keluarnya anggota kelompok.
Adapun
langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
a)
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
b)
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa. Siswa dalam
setiap kelompok mendapat nomor urut 1 sampai 4.
c)
Guru memberi tugas siswa, penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan
nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas
mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan
hasil pekerjaan dan seterusnya.
d)
Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar
dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari
kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling
membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.
e)
Melaporkan hasil kerja kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain.
f)
Kesimpulan.
15.
Model
Pembelajaran Snowball Throwing
Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk
lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut
kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan
tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas
berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan
kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab
pertanyaannya.
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
a)
Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan KD yang ingin
dicapai.
b)
Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok
untuk memberikan penjelasan tentang materi.
c)
Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
d)
Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk
menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok
e)
Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar
dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.
f)
Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut
secara bergantian
g)
Evaluasi.
h)
Penutup.
16. Bola Salju (Snowballing)
Dinamakan metode snow balling dikarenakan dalam
pembelajaran siswa melakukan tugas individu kemudian berpasangan. Dari pasangan
tersebut kemudian mencari pasangan yang lain sehingga semakin lama anggota kelompok
semakin besar bagai bola salju yang menggelinding.
Metode ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang
dihasilkan dari siswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok yang lebih kecil
berangsur-angsur kepada kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya akan
memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara
kelompok.
Langkah-langkah penerapan:
a)
Sampaikan topik materi yang akan diajarkan.
b)
Minta siswa untuk menjawab secara berpasangan.
c)
Setelah siswa yang bekerja berpasangan tadi mandapatkan jawaban, pasangan tadi
digabung dengan pasangan di sampingnya. Dengan demikian terbentuk kelompok yang
beranggotakan 4 orang.
d)
Kelompok berempat ini bekerja mengerjakan tugas yang sama seperti dalam
kelompok 2 orang. Tugas ini dapat dilakukan dengan membandingkan jawaban
kelompok 2 orang dengan kelompok 2 orang lainnya. dalam kegiatan ini perlu
dipertegas bahwa jawaban harus disepakati oleh semua anggota kelompok yang
baru.
e)
Setelah kelompok berempat ini selesai mengerjakan tugas, setiap kelompok
digabung lagi dengan kelompok berempat lainnya. Dengan demikian sekarang setiap
kelompok baru beranggotakan 8 orang.
f)
Yang dikerjakan pada kelompok baru ini sama dengan tugas pada langkah ke-4 di
atas. Langkah ini dapat dilanjutkan sesuai dengan jumlah siswa dan waktu yang
tersedia.
g)
Masing-masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas.
h)
Guru akan membandingkan hasil dari masing-masing kelompok kemudian memberikan
ulasan-ulasan yang dianggap perlu.
17. Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok
Model
Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok adalah kegiatan pembelajaran
dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksi konsep.
Menyelesaikan persoalan atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar
kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5
orang, siswa heterogen (kemampuan gender, karakter) ada control dan fasilitasi,
serta meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Langkah-langkah
pembelajaran
a)
Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompotensi dasar
b)
Guru membagi
siswa menjadi kelompok
c)
Guru memberikan
tugas atau lembar kerja
d)
Salah satu
siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan
pemikiran mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
e)
Siswa
berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
f)
Demikian
seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari
kiri ke kanan
18. Model Pembelajaran Model Picture and Picture
Langkah Model Pembelajaran Model
Picture and Picture
a)
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b)
Menyajikan materi sebagai pengantar
c)
Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
d)
Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan
gambar-gambar menjadi urutan yang logis
e)
Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
f)
Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai
g)
Kesimpulan/rangkuman
19. Lingkaran Besar Dan Lingkaran Kecil (Inside – Outside –
Circle)
Langkah-langkah :
a)
Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
b)
Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap
ke dalam
c)
Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi.
Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang
bersamaan
d)
Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang
berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
e)
Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi.
Demikian seterusnya
20. Bercerita Berpasangan
Tahap-tahap pembelajaran kooperatif
tipe bercerita berpasangan antara lain
a)
Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.
b)
Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai
topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa
menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai
topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan
skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. Dalam
kegiatan ini, pengajar perlu menekankan bahwa memberikan tebakan yang benar
bukanlah tujuannya. Yang lebih penting adalah kesiapan mereka dalam
mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberi hari itu.
c)
Siswa dipasangkan.
d)
Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang
kedua menerima bagian yang kedua.
e)
Kemudian siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing.
f)
Sambil membaca/mendengarkan, siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa
kata/frasa kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa
disesuaikan dengan panjang teks bacaan.
g)
Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan
pasangan masing-masing.
h)
Sambil mengingat-ingat/memperhatikan bagian yang telah dibaca/didengarkan
sendiri, masing-masing siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum
dibaca/didengarkan (atau yang sudah dibaca/didengarkan pasangannya) berdasarkan
kata-kata/frasa-frasa kunci dari pasangannya. Siswa yang telah
membaca/mendengarkan bagian yang pertama berusaha untuk menuliskan apa yang
terjadi selanjutnya. Sedangkan siswa yang membaca/mendengarkan bagian yang
kedua menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.
i)
Tentu saja, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang
sebenarnya. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar,
melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar dan
mengajar. Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk
membacakan hasil karangan mereka.
j)
Kemudian, pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada
masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
k)
Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran
hari itu. Diskusi bisa dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.
21. Bamboo Dancing
Pembelajaran dengan metode bamboo dancing sangat baik
digunakan untuk mengajarkan berkaitan informasi - informasi awal guna
mempelajari materi selanjutnya. Dengan menggunakan metode bamboo dancing
diharapkan terjadi pemerataan informasi atau topik yang diketahui oleh
siswa. Metode bamboo dancing tentunya sangat bermanfaat guna pembelajaran di
kelas agar lebih variatif sehingga tidak membosankan siswa.
Adapun langkah-langkah metode pembelajaran bamboo dancing adalah sebagai
berikut :
a)
Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oelh guru. Pada tahap ini guru dapat
menuliskan topik atau melakukan tanya jawab kepada siswa berkaitan dengan
pengetahuan peserta didik tentang topik yang diberikan. Langkah ini perlu
dilakukan agar siswa lebih siap menghadapi materi yang baru.
b)
Guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar. Misalkan jika dalam kelas terdapat
40 anak , maka tiap kelompok besar terdiri 20 orang.
c)
Pada kelompok besar 20 orang, kemudian dibagi menjadi dua kelompok
masing-masing 10 orang diatur yang saling berhadap-hadapan dengan 10
orang yang lainnya, dengan posisi berdiri. Pasangan ini disebut dengan pasangan
awal.
d)
kemudian guru membagiakn topik yang
berbeda-beda kepada masing-masing pasangan untuk didiskusikan. Dalam langkah
ini guru memberi waktu yang cukup agar materi yang didiskusikan benar-benar
dipahami siswa.
e)
Usai berdiskusi , 20 orang dari tiap-tiap kelompok besar yang yang
berdiri berjajar saling berhadapa itu bergeser mengikuti arah jarum jam .
Dengan cara ini tiap-tiap peserta didik mendapat pasangan baru dan saling
berbagi informasi yang berbeda, demikian seterusnya. Pergerakan searah jarum
jam baru berhenti ketika peserta didik kembali ke tempat asalnya. Gerakan
saling bergeser dan berbagai informasi inilah menyerupai gerakan pohon
bamboo yang menari-nari.
f)
Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada
seluruh kelas. Guru memfalitasi terjadinya intersubyektif, dialog
interaktif, tanya jawab dan sebagainya. Melalui kegaiatan ini dimaksudkan agar
pengetahuan hasil diskusi oleh tiap-tiap kelompok besar dapat diobyektifkan dan
menjadi pengetahuan bersama seluruh kelas.
22. Kancing Gemerincing
Langkah-langkah
pembelajaran tipe ini adalah :
a)
Guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.
b)
Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing.
c)
Setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu
kancingnya.
d)
Jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing semua
rekannya habis.