Kamis, 28 April 2016

Teori Bilangan Pembuktian Keterbagian




Keterbagian
Teorema 1.1


Diberikan bilangan bulat a, b, c. Maka

(A.)         a I b,   b I c       Maka a I c
(B.)         a I b,   a I c        Maka a I bx + cy   Vx,y € B
(C.)         a, c  >  0,   a I c Maka a ≤ c

Buktikan :

(A.)         a I b maka  ADA k € B sehingga  b = ak
b I c maka  ADA s € B sehingga  c = bs

Kemudian kita Subsitusikan :
     c = bs
     c = (ak)s

Karena ADA ks € B sehingga  c = a(ks)
MAKA   a I c    (TERBUKTI)

(B.)         a I b maka ADA k € B sehingga  b = ak
a I c maka ADA s € B sehingga  c = as

Kemudian kita Subsitusikan :
bx + cy =  (ak)x + (as)y
bx + cy = a kx  +  a sy
bx + cy = a (kx + sy)
         
               Karena ADA (kx+sy) € B sehingga  bx + cy = a (kx + sy)
               MAKA   a I bx + cy     (TERBUKTI)

               Contoh : 3 I 6,   3 I 2    Maka   3 I 18

                    18 didapat dari bx + cy = 6(1) + 12(1) = 18
                             (Misal x dan y adalah 1 (terserah berapa saja))

(C.)         a I c  maka  ADA k € B sehingga  c = ak

a, c  >  0,    k  > 0
c = ka
c = a + a + a + … + a
          °(a) = k

               Buktikan  (a ≤ c) ……………………..( a > c  harus salah )
                  
             Andaikan   a > c
                   c = a + a +a + … + a
                c-c = a + a +a + … + a + a – c
                    0 = a + a +a + … + a + (a - c)
                                      °(a) = k – 1
                   0 = a + a +a + … + a + (a – c)  >  0
                  
          Karena 0 > 0,    a > c   (tidak mungkin)
          JADI ,  a ≤ c     (TERBUKTI)

Selasa, 26 April 2016

strategi, teknik, metode dan model pembelajaran Langsung, Kooperative, Berdasarkan Masalah dan Inquiry



MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG (DIRECT INTRUCTION)

Pengajaran Langsung merupakan suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.
Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru mengawali pelajaran dengan pekerjaan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru.
Fase persiapan dan motivasi ini kemudian diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pelajaran ini termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase pelatihan dan pemberian umpan balik tertentu, guru perlu selalu mencoba memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari kedalam situasi kehidupan nyata. Rangkuman kelima fase tersebut dapat dilihat pada table 1.
TABEL 1. SINTAKS MODEL PENGAJARAN LANGSUNG
FASE-FASE
PRILAKU GURU
FASE 1
Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
Guru menyampaikan tujuan, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran ini, mempersiapkan siswa untuk belajar
FASE 2
Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan
Guru mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap
FASE 3
Membimbing pelatihan
Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal
FASE 4
Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mencek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
FASE 5
Memberikan kesempatan untuk pelatihan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
Penjelasan dari Tabel Fase dan peran guru dalam Pembelajaran Langsung di atas adalah:
a.         Fase 1 = Memberitahukan Tujuan dan menyiapkan siswa
Kegiatan ini dilakukan untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta dalam pelajaran. (1) kegiatan pendahuluan  untuk  mengetahui  pengetahuan  yang  relevan  dengan  pengetahuan yang  telah  dimiliki  siswa; (2) mendiskusikan  atau  menginformasikan  tujuan pelajaran;  (3)  memberikan  penjelasan/arahan  mengenai  kegiatan  yang  akan dilakukan;  (4)  menginformasikan  materi/konsep  yang  akan  digunakan  dan kegiatan  yang  akan  dilakukan  selama  pembelajaran;  dan(5)  menginformasikan kerangka pelajaran.

b.        Fase 2 = Presentasi dan Demonstrasi
Ada dua pengetahuan yang diberikan guru kepada siswa, Pertama, Pengetahuan Deklaratif yaitu guru mempresentasikan informasi kepada siswa, keberhasilannya terletak pada kemampuan guru dalam memberikan informasi dengan jelas dan spesifik kepada siswa.[14]
Kedua, Pengetahuan Prosedural yakni guru mendemonstrasikan suatu konsep atau keterampilan dengan berhasil. Dalam hal ini guru perlu sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasi untuk menguasai komponen-komponenya.[15]

c.         Fase 3 = menyediakan latihan terbimbing
Prinsip-prinsip yang digunakan sebagai acuan bagi guru dalam melakukan pelatihan terbimbing adalah:[16]
Tugasi siswa melakukan latihan singkat, sederhana dan bermakna
Berikan pelatihan sampai benar- benar menguasai konsep
Guru harus pandai mengatur waktu selama pelatihan
Perhatikan tahap-tahap awal pelatihan

d.        Fase 4 = Mengecek Pemahaman dan memberi Umpan balik
Pengecekan dan pemberian umpan balik dapat berupa pertanyaan kepada siswa dan siswa memberi jawaban. Kemudian guru merespon kembali jawaban siswa tersebut. Cara lain adalah dengan tes lisan maupun tertulis.
Agar umpan balik lebih efektif, ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan, yaitu: [17]
Berikan umpan balik sesegera mungkin setelah latihan
Upayakan agar umpan balik jelas dan spesifik
Konsentrasikan pada tingkah laku bukan maksud
Jaga umpan balik sesuai dengan tingkat perkembangan siswa
Berikan pujian pada hasil yang baik
Jika umpan balik negative, tunjukkan bagaimana melakukan yang benar
Bantu siswa memusatkan perhatian pada “proses” bukan “hasil”
Ajari siswa cara memberikan umpan balik kepada diri sendiri dan bagaimana menilai keberhasilan kinerjanya.

e.         Fase 5 = memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan (mandiri) dan penerapannya
Latihan mandiri yang diberikan kepada siswa sebagai fase akhir pelajaran pengajaran langsung adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah dan latihan mandiri dapat digunakan untuk memperpanjang waktu belajar

Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama. Demonstrasi dan jadwal pelatihan juga harus direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (Tanya jawab) yang terencana. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan member harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
Langkah-langkah pembelajaran model pengajaran langsung pada dasarnya mengikuti pola-pola pembelajaran secara umum. Meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut:
  1. Menyiapkan dan memotivasi siswa, Tujuan langkah awal ini untuk menarik dan memusatkan perhatian siswa, serta memotivasi mereka untuk berperan serta  dalam pelajaran itu.
  2. Menyampaikan tujuan, Siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa mereka berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran.
  3. Presentasi dan Demonstrasi, Fase ini merupakan fase kedua pengajaran langsung. Guru melaksanakan presentasi atau demonstrasi pengetahuan dan keterampilan. Kunci keberhasilan kegiatan demonstrasi ialah tingkat kejelasan demostrasi informasi yang dilakukan dan mengikuti pola-pola demonstrasi yang efektif.
  4. Mencapai kejelasan, Hasil-hasil penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa kemampuan guru untuk memberikan informasi yang jelas dan spesifik kepada siswa, mempunyai dampak yang positif terhadap proses belajar mengajar.
  5. Melakukan demonstrasi, Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi bahwa sebagian besar yang dipelajari (hasil belajar) berasal dari mengamati orang lain. Belajar dengan meniru tingkah laku orang lain dapat menghemat waktu, menghindari siswa dari belajar melalui “trial and error.”
  6. Mencapai pemahaman dan penguasaan, Untuk menjamin agar siswa akan mengamati tingkah laku yang benar dan bukan sebaliknya, guru perlu benar-benar memperhatikan apa yang terjadi pada setiap tahap demonstrasi ini berarti, bahwa jika guru perlu berupaya agar segala sesuatu yang didemonstrasikan juga benar.
  7. Berlatih, Agar dapat mendemonstrasikan sesuatu dengan benar diperlukan latihan yang intensif, dan memperhatikan aspek-aspek penting dari keterampilan atau konsep yang didemonstrasikan.
  8. Memberikan latihan Terbimbing, Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung ialah cara guru mempersiapkan dan melaksanakan “pelatihan terbimbing.” Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar, dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada situasi yang baru.



  9. MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF LEARNING

                Cooperative learning  merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda kedalam kelompok-kelompok kecil (Saptono, 2003:32). Kepada siswa diajarkan keterampilan keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan sebagainya. Agar terlaksana dengan baik strategi ini dilengkapi dengan LKS yang berisi tugas atau pertanyaan yang harus dikerjakan siswa. Selama bekerja dalam kelompok, setiap anggota kelompok berkesempatan untuk mengemukakan pendapatnya dan memberikan respon terhadap pendapat temannya. Setelah menyelesaikan tugas kelompok, masing-masing menyajikan hasil pekerjaannya didepan kelas untuk didiskusikan dengan seluruh siswa.
    Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model cooperative learning
    1.    Student teams achievement division (STAD)
    a)    Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk.
    Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
    Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
    b)    Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
    c)    Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender.
    d)    Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi.
    e)    Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
    f)     Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
    g)    Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini)

    2.    Jigsaw (model tim ahli)
    a)    Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah mengaplikasikan tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
    Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta jika mungkin anggota berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG).
    Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).
    Misal suatu kelas dengan jumlah siswa 40, dan materi pembelajaran yang dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh dalam diskusi di kelompok ahli dan setiap siswa menyampaikan apa yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang dilakukan oleh kelompok ahli maupun kelompok asal.
    b)    Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
    c)    Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
    d)    Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
    e)    Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
    f)     Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi baru, perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

    3.    Group investivigation go a round (infvestigasi kelompok)
    Langkah-langkah:
    a)    Membagi siswa kedalam kelompok kecil yang terdiri dari  ± 5 siswa
    b)    Memberikan pertanyaan terbuka yang bersifat analitis
    c)    Mengajak setiap siswa untuk berpartisipasi dalam menjawab pertanyaan kelompoknya secara bergiliran searah jarum jam dalam kurun waktu yang disepakati.

    4.    Think pair and share
    Langkah-langkah:
    a)    Guru menyampaikan inti materi
    b)    Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
    c)    Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan  hasil diskusinya
    d)    Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum diungkap siswa
    e)    kesimpulan

    5.    Make a match (membuat pasangan)
    Langkah-langkah:
    a)    Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban)
    b)    Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
    c)    Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban)
    d)    Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
    e)    Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya
    f)     Kesimpulan.

    6.    Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)
    Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
    Langkah-langkah penerapan tipe NHT:
    a)    Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
    b)    Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
    c)    Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
    d)    Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
    e)    Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
    f)     Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
    g)    Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.
    h)    Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

    7.    Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)

    Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
    Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:
    a)    Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
    b)    Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
    c)    Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.
    d)    Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
    e)    Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
    f)     Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
    g)    Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini)

    8.    Model pembelajaran Bertukar Pasangan
    Model pembelajaran bertukar pasangan termasuk pembelajaran dengan tingkat mobilitas cukup tinggi, di mana siswa akan bertukar pasangan dengan pasangan lainnya dan nantinya harus  kembali ke pasangan semula/pertamanya.
    Langkah-langkah pembelajarannya :
    a)    Siswa dibentuk berkelompok secara berpasangan/2 orang (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya).
    b)    Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
    c)    Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan dari kempok yang lain.
    d)    Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka.
    e)    Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula.
    f)     Kesimpulan.
    g)    Penutup.
    9.    Model pembelajaran Two Stay Two Stray / Dua Tinggal Dua Tamu
    Model pembelajaran two stay two stray / Dua Tinggal Dua Tamu merupakan model pembelajaran yang memberi  kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi.
    Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
    a)    Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 (empat) orang.
    b)    Setelah selesai, dua orang dari masing-masing menjadi tamu kedua kelompok yang lain.
    c)    Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.
    d)    Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
    e)    Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
    f)     Kesimpulan..

    10. Pair Check
    Satu lagi Model Pembelajaran siswa berpasangan, yaitu Pair Check. Model pembelajaran ini juga untuk melatih rasa sosial siswa, kerja sama dan kemampuan memberi  penilaian.
    Langkah-langkah Pembelajarannya sebagai berikut :
    a)    Bekerja Berpasangan
    Guru membentuk tim berpasangan berjumlah 2 (dua) siswa. Setiap pasangan  mengerjakan soal yang pas sebab semua itu akan membantu melatih siswa dalam menilai.
    b)    Pelatih Mengecek
    Apabila patner benar pelatih memberi kupon.
    c)    Bertukar Peran
    Seluruh patner bertukar peran dan mengulangi langkah 1 – 3.
    d)    Pasangan Mengecek
    Seluruh pasangan tim kembali bersama dan membandingkan jawaban.
    e)    Penegasan Guru
    Guru mengarahkan jawaban /ide sesuai konsep.
    11. Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat dalam mengembangkan Kecakapan Komunikasi

    Model Pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat merupakan pengembangan dari Think-pair-share yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan Think-pair-square oleh Spencer Kagan. Anita Lie (Lie,2002:56) mengkombinasikan kedua teknik tersebut menjadi teknik berpikir-berpasangan-berempat sebagai struktur pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberikan pada kesempatan lebih banyak siswa untuk mengapresiasikan dirinya. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik.
    Think-pair-share adalah suatu strategi pembelajaran yang tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. Pendekatan khusus yang diuraikan mula-mula oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari universitas Maryland pada tahun 1985 ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus didalam kelas. Menurut Arends dalam Alhadi (2006:12) Strategi ini menentang ansumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan didalam setting seluruh kelompok serta memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu orang sama lain.
    Strategi Think-pair-square yang dikembangkan oleh Spencer Kagan terdiri dari tiga tahap yaitu:
    Tahap 1 : Thingking (Berpikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan palajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri beberapa saat.
    Tahap 2 : Pairing (Berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk dapat mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanya atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4 sampai 5 menit untuk berpasangan.
    Tahap 3 : Sharing (Berbagi). Pada tahap akhir ini, guru meminta pasangan siswa untuk membentuk kelompok yang lebih besar untuk berbagi yang tentang apa yang telah mereka pelajari dan seterusnya sampai seluruh kelas.
    Adapun prosedur pembelajaran kooperatif tipe Berpikir-Berpasangan-Berempat adalah sebagai berikut :
    a)    Guru membagi siswa kedalam kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 4 orang dengan pengelompokkan heterogen berdasarkan kemampuan akademiknya dan jenis kelaminnya.
    b)    Guru memberikan LKS kepada masing-masing siswa, 
    c)    Dalam pengerjannya, mula-mula siswa diminta bekerja sendiri-sendiri lalu berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan selanjutnya dengan kelompok berempat.
    d)    Guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang berhubungan dengan LKS, kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawabannya secara mandiri beberapa saat. Lalu kembali berpasangan dengan salah satu teman kelompoknya dan berdiskusi untuk meyakinkan jawabannya. Setelah beberapa waktu siswa diminta kembali kedalam kelompok berempatnya dan berbagi jawaban serta berdiskusi untuk saling meyakinkan dalam mencari jawaban terbaik.
    e)    Guru memanggil salah satu kelompok atau perwakilannya untuk ke depan kelas dan memberikan kesimpulan jawaban yang telah disepakati kelompoknya dan ditanggapi oleh seluruh siswa sampai ditemukan suatu kesimpulan.

    12. Tipe Berkirim Salam dan Soal
    Menurut Subandriyo (2006) tipe berkirim salam dan soal merupakan strategi yang bertujuan untuk mensiasati agar semua terlibat aktif guna memperoleh pengalaman belajar nyata yang menyenangkan. Selain itu, tipe berkirim salam dan soal memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka.
    Dalam tipe berkirim salam dan soal siswa diberi kesempatan untuk membuat pertanyaan terhadap materi yang akan dibahas pada hari itu. Dengan demikian, mereka lebih terdorong untuk belajar karena nantinya mereka akan bertukar soal dan menjawab pertanyaan yang dibuat oleh kelompok lain.
    Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan tipe berkirim salam dan soal menurut Irmaika (2009) adalah sebagai berikut :
    a)    Guru menentukan topik yang akan dibahas.
    b)    Guru menyampaikan materi secara interaktif untuk memunculkan pertanyaan yang terfikirkan oleh siswa.
    c)    Guru membagi siswa dalam kelompok dan disetiap kelompok ditugaskan untuk menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok lain dan menciptakan sapaan dan sorak khas kelompok.
    d)    Masing-masing kelompok mengirimkan utusan yang akan memberikan soal dan menyampaikan salam (sapaan dan sorak khas).
    e)    Setiap kelompok mengirimkan soal kiriman dari kelompok lain.
    f)     Setelah selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokkan dengan jawaban kelompok yang membuat soal.
    g)    Di akhir pelajaran, guru memberikan penegasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

    13. Tipe Kepala Bernomor
    Tehnik belajar mengajar kepala bernomor dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Tehnik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, tehnik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
    Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor, yaitu :
    a)    Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
    b)    Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya, siswa nomor 1 bertugas menyebutkan nama bendanya, siswa nomor 2 betugas menyebutkan warnanya, siswa nomor 3 menyebutkan bentuknya, siswa nomor 4

    14. Kepala Bernomor Struktur
    Model Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur merupakan modifikasi dari model pembelajaran Numbered Heads Together. Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada penugasan dan masuk keluarnya  anggota kelompok.
    Adapun langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
    a)    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
    b)    Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa. Siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor urut 1 sampai 4.
    c)    Guru memberi tugas siswa, penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya : siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
    d)    Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.
    e)    Melaporkan hasil kerja kelompok dan tanggapan dari kelompok yang lain.
    f)     Kesimpulan.

    15. Model Pembelajaran Snowball Throwing
    Model Pembelajaran Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas lalu dilempar-lemparkan kepada siswa lain. Siswa yang mendapat bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.
    Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut :
    a)    Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan, dan KD yang ingin dicapai.
    b)    Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
    c)    Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
    d)    Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
    e)    Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.
    f)     Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
    g)    Evaluasi.
    h)    Penutup.
    16. Bola Salju (Snowballing)
    Dinamakan metode snow balling dikarenakan dalam pembelajaran siswa melakukan tugas individu kemudian berpasangan. Dari pasangan tersebut kemudian mencari pasangan yang lain sehingga semakin lama anggota kelompok semakin besar bagai bola salju yang menggelinding.
    Metode ini digunakan untuk mendapatkan jawaban yang dihasilkan dari siswa secara bertingkat. Dimulai dari kelompok yang lebih kecil berangsur-angsur kepada kelompok yang lebih besar sehingga pada akhirnya akan memunculkan dua atau tiga jawaban yang telah disepakati oleh siswa secara kelompok.
    Langkah-langkah penerapan:
    a)    Sampaikan topik materi yang akan diajarkan.
    b)    Minta siswa untuk menjawab secara berpasangan.
    c)    Setelah siswa yang bekerja berpasangan tadi mandapatkan jawaban, pasangan tadi digabung dengan pasangan di sampingnya. Dengan demikian terbentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang.
    d)    Kelompok berempat ini bekerja mengerjakan tugas yang sama seperti dalam kelompok 2 orang. Tugas ini dapat dilakukan dengan membandingkan jawaban kelompok 2 orang dengan kelompok 2 orang lainnya. dalam kegiatan ini perlu dipertegas bahwa jawaban harus disepakati oleh semua anggota kelompok yang baru.
    e)    Setelah kelompok berempat ini selesai mengerjakan tugas, setiap kelompok digabung lagi dengan kelompok berempat lainnya. Dengan demikian sekarang setiap kelompok baru beranggotakan 8 orang.
    f)     Yang dikerjakan pada kelompok baru ini sama dengan tugas pada langkah ke-4 di atas. Langkah ini dapat dilanjutkan sesuai dengan jumlah siswa dan waktu yang tersedia.
    g)    Masing-masing kelompok diminta menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas.
    h)    Guru akan membandingkan hasil dari masing-masing kelompok kemudian memberikan ulasan-ulasan yang dianggap perlu.
    17. Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok

    Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling Kelompok adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksi konsep. Menyelesaikan persoalan atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan gender, karakter) ada control dan fasilitasi, serta meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
    Langkah-langkah pembelajaran
    a)    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompotensi dasar
    b)    Guru membagi siswa menjadi kelompok
    c)    Guru memberikan tugas atau lembar kerja
    d)    Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikiran mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
    e)    Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
    f)     Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan

    18. Model Pembelajaran Model Picture and Picture
    Langkah Model Pembelajaran Model Picture and Picture
    a)    Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
    b)    Menyajikan materi sebagai pengantar
    c)    Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
    d)    Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
    e)    Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
    f)     Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
    g)    Kesimpulan/rangkuman
    19. Lingkaran Besar Dan Lingkaran Kecil (Inside – Outside – Circle)
    Langkah-langkah :
    a)    Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
    b)    Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
    c)    Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
    d)    Kemudian siswa berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
    e)    Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya
    20. Bercerita Berpasangan
    Tahap-tahap pembelajaran kooperatif tipe bercerita berpasangan antara lain
    a)    Pengajar membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua bagian.
    b)    Sebelum bahan pelajaran diberikan, pengajar memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk hari itu. Pengajar bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, pengajar perlu menekankan bahwa memberikan tebakan yang benar bukanlah tujuannya. Yang lebih penting adalah kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberi hari itu.
    c)    Siswa dipasangkan.
    d)    Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang pertama. Sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua.
    e)    Kemudian siswa disuruh mendengarkan atau membaca bagian mereka masing-masing.
    f)     Sambil membaca/mendengarkan, siswa disuruh mencatat dan mendaftar beberapa kata/frasa kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Jumlah kata/frasa bisa disesuaikan dengan panjang teks bacaan.
    g)    Setelah selesai membaca, siswa saling menukar daftar kata/frasa kunci dengan pasangan masing-masing.
    h)    Sambil mengingat-ingat/memperhatikan bagian yang telah dibaca/didengarkan sendiri, masing-masing siswa berusaha untuk mengarang bagian lain yang belum dibaca/didengarkan (atau yang sudah dibaca/didengarkan pasangannya) berdasarkan kata-kata/frasa-frasa kunci dari pasangannya. Siswa yang telah membaca/mendengarkan bagian yang pertama berusaha untuk menuliskan apa yang terjadi selanjutnya. Sedangkan siswa yang membaca/mendengarkan bagian yang kedua menuliskan apa yang terjadi sebelumnya.
    i)      Tentu saja, versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang sebenarnya. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar. Setelah selesai menulis, beberapa siswa bisa diberi kesempatan untuk membacakan hasil karangan mereka.
    j)      Kemudian, pengajar membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
    k)    Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi bisa dilaksanakan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.

    21. Bamboo Dancing
    Pembelajaran dengan metode bamboo dancing sangat baik digunakan untuk mengajarkan berkaitan informasi - informasi awal guna mempelajari materi selanjutnya. Dengan menggunakan metode bamboo dancing diharapkan terjadi pemerataan informasi atau topik yang  diketahui oleh siswa. Metode bamboo dancing tentunya sangat bermanfaat guna pembelajaran di kelas agar lebih variatif sehingga tidak membosankan siswa.
    Adapun langkah-langkah metode pembelajaran bamboo dancing adalah sebagai berikut  :
    a)    Pembelajaran diawali dengan pengenalan topik oelh guru. Pada tahap ini guru dapat menuliskan topik atau melakukan tanya jawab kepada siswa berkaitan dengan pengetahuan peserta didik tentang topik yang diberikan. Langkah ini perlu dilakukan agar siswa lebih siap menghadapi materi yang baru.
    b)    Guru membagi kelas menjadi 2 kelompok besar. Misalkan jika dalam kelas terdapat 40 anak , maka tiap kelompok besar terdiri 20 orang.
    c)    Pada kelompok besar 20 orang, kemudian dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 10 orang  diatur yang saling berhadap-hadapan dengan 10 orang yang lainnya, dengan posisi berdiri. Pasangan ini disebut dengan pasangan awal.
    d)    kemudian guru membagiakn topik yang berbeda-beda kepada masing-masing pasangan untuk didiskusikan. Dalam langkah ini guru memberi waktu yang cukup agar materi yang didiskusikan benar-benar dipahami siswa.
    e)    Usai berdiskusi , 20 orang dari tiap-tiap kelompok besar yang  yang berdiri berjajar saling berhadapa itu bergeser mengikuti arah jarum jam . Dengan cara ini tiap-tiap peserta didik mendapat pasangan baru dan saling berbagi informasi yang berbeda, demikian seterusnya. Pergerakan searah jarum jam baru berhenti ketika peserta didik kembali ke tempat asalnya. Gerakan saling bergeser dan berbagai informasi inilah menyerupai  gerakan pohon bamboo yang menari-nari.
    f)     Hasil diskusi di tiap-tiap kelompok besar kemudian dipresentasikan kepada seluruh  kelas. Guru memfalitasi terjadinya intersubyektif, dialog interaktif, tanya jawab dan sebagainya. Melalui kegaiatan ini dimaksudkan agar pengetahuan hasil diskusi oleh tiap-tiap kelompok besar dapat diobyektifkan dan menjadi pengetahuan bersama seluruh kelas.

    22. Kancing Gemerincing
    Langkah-langkah pembelajaran tipe ini adalah :
    a)      Guru menyipkan satu kotak kecil berisi kancing-kancing.
    b)    Setiap siswa dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga buah kancing.
    c)    Setiap kali seorang siswa berbicara, dia harus menyerahkan salah satu kancingnya.
    d)    Jika kancingnya sudah habis, dia tidak boleh berbicara lagi sampai kancing semua rekannya habis.
      



    MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL)

             Arends mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan (PBL). Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBL

    Fase 1: Mengorientasikan siswa pada masalah
    Mengorientasikan mahasiswa pada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi mahasiswa terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

    Fase 2:
    Mengorganisasikan mahasiswa untuk belajar
    Mengorganisasi mahasiswa untuk belajar Membantu mahasiswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi

    Fase 3:
    Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
    Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok Mendorong mahasiswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan

    Fase 4:
    Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan mempamerkannya
    Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Membantu mahasiswa merencanakan dan menyi-apkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

    Fase 5:
    Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
    Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Membantu mahasiswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.

               Adapun contoh penerapan pendekatan pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran matematika dalam hal ini materinya  bilangan bulat adalah sebagai berikut :
    1. Orientasi siswa pada masalah
       - Guru mengajukan masalah dan meminta siswa untuk mempelajari masalah         berikut :
          Sebuah kantor yang berlantai 23. Seorang Karyawan mula-mula berada di            lantai 2 kantor itu. Karena ada suatu  keperluan ia turun 4 lantai, kemudian      naik 6 lantai. Di lantai berapakah  karyawan itu sekarang berada?
    2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
        - Membagi siswa ke dalam kelompok dimana satu kelompok terdiri dari 5         orang siswa yang memiliki kemampuan heterogen.
        -  Meminta siswa mengemukakan ide kelompoknya sendiri tentang         menyelesaikan    masalah tersebut.
           Misalnya kelompok A menggambarkan  sebuah gedung berlantai 23 dengan 3         lantai berada dibawah tanah dan menggambar seorang karyawan yang berada        pada lantai 2.
    3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
        - Membimbing siswa  menemukan penjelasan dan pemecahan masalah yang        diberikan oleh guru.
           Misalnya guru memberikan informasi kepada siswa bahwa naik satu lantai           dinyatakan dengan (+ 1) dan turun satu  lantai dinyatakan  dengan (-1).
           Dengan bimbingan guru, siswa menentukan letak karyawan itu di gedung         dengan cara : Karyawan mula-mula berada di lantai 2 kantor itu dinyatakan         dengan (+2), kemudian turun 4 lantai dinyatakan (-4), kemudian naik 6 lantai         dinyatakan dengan (+6). Secara matematis diulis : (2) +  (-4) + 6 = 4
    4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
       - Mendorong siswa untuk menyajikan hasil pemecahan masalah tersebut dengan       cara menunjuk satu kelompok secara acak untuk menuliskan hasil diskusi              kelompok di papan tulis dan kelompok lain menanggapi hasil penyajian     kelompok yang  maju.

    5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
       - Membantu siswa mengkaji ulang proses atau hasil pemecahan masalah yang       telah dipersentasikan di depan kelas. Kemudian bersama dengan siswa              menarik  kesimpulan letak karyawan itu berada pada lantai 4 gedung.


     Model Pembelajaran Inquiry
                Indrawati dalam Trianto (2007:134) menyatakan bahwa pembelajaran pada umunya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaiman dampaknya terhadap cara-cara mengelolah informasi. Salah satu yang termasuk dalam model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inquiry. Inquiry merupakan perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inquiry bararti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia untuk mencari atau memahami informasi (Suryosubroto dalam Trianto, 2007:135). Proses model pembelajaran inquiry tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional dan keterampilan inquiry merupakan suatu proses yang bermula dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, dan membuat kesimpulan (Gulo dalam Trianto, 2007:137). Menurut Mudjiono dan Dimyati (2006:173) ” pembelajaran inquiry merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengelolah pesan sehingga memperoleh pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai”. Sehingga siswa dalam model pembelajaran inquiry adalah pelaku, dimana model pembelajaran inquiry memusatkan siswa untuk melakukan penyelidikan atau eksperimen untuk memecahkan suatu permasalahan melalui keterampilan yang dimiliki.
                Model pembelajarn inquiry dirancang untuk mengajak siswa secara langsung kedalam proses ilmiah kedalam waktu yang relatif singkat. Dalam model pembelajaran inquiry siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek belajar. Sedangkan peran guru dalam model pembelajaran ini adalah sebagai pembimbing belajar dan fasilitator belajar. Tugas utama seorang guru dalam model pembelajaran inquiry adalah memilih masalah yang perlu dijadikan suatu permasalahan yang akan dipecahkan sendiri oleh siswa ( Sudjana, 2009:154 ) Hasil penelitian Schlenker dalam Trianto (2007:136), menunjukkan bahwa latihan inquiry dapat meningkatkan pemahaman sains, produktif dalam berpikir kreatif, dan siswa menjadi terampil, dalam memperoleh dan menganalisis informasi.
                Pengatahuan dan keterampilan akan lebih lama diingat apabila siswa menemukan sendiri dan informasi yang diperlukan, akan lebih mantap apabila diikuti dengan bukti-bukti atau data yang ditemukan oleh siswa sendiri ( Muslich,2009:45). Pengajaran berdasarkan inquiry adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana kelompok siswa mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan struktural kelompok.
                Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran inquiry merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan cara berfikir yang bersifat penemuan yaitu menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang teramati. Atas dasar ini model pembelajaran inquiry menekankan pada pengalaman lapangan seperti mengamati gejala atau mencoba suatu proses kemudian mengambil kesimpulan. 



    Langkah-langkah model pembelajaran inquiry kegiatan guru dan siswa
    Langkah Pembelajaran
    Kegiatan guru
    Kegiatan siswa
    Langkah 1
    Orientasi
    Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan
    Memperhatikan penjelasan yang diperhatikan oleh guru
    Langkah II
    Merumuskan Masalah
    Mengajak siswa untuk mengemukakan suatu pokok yang akan dijadikan suatu permasalahn yang hendak dikaji.
    Mengemukakan pokok yang akan dijadikan masalah atau menjadi pokok yang dikemukakan guru sebagai masalah yang akan dipecahkan
    Langkah III
    Merumuskan Hipotesis
    Memberi kesempatan pada siswa untuk merumuskan hipotesis yang relevan sesuai dengan pokok permasalahan.
    Siswa bersaman-sama merumuskan hipotesis yang relevan sesuai dengan pokok permasalahan
    Langkah IV
    Mengumpulkan Data
    Guru memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengelolahan data yang terkumpul
    Siswa  mengumpulkan data yang dapat digunakan untuk dijadikan bahan penelitian
    Langkah V
    Menguji Hipotesis
    Meminta  siswa untuk menguji hipotesi  berdasarkan hasil  penelitian yang didapat.
    Siswa  menguji hipotesis sesuai dengan data yang diperoleh
    Langkah VI
    Membuat kesimpulan
    Guru  meminta siswa dalam membuat kesimpulan sesuai dengan hasil yang diperoleh.
    Siswa  menyimpulkan sesuai dengan jawaban dari hasil masalah.

    Keterkaitan Model Pembelajaran Inquiry dengan Pemahaman Konsep Matematika
                Model pembelajaran inquiry adalah kegiatan pembelajaran yang diawalai dengan eksplorasi konsep, memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasan sesuai dengan pengetahuan awal yang mereka miliki. Siswa diberikan kesempatan untuk mencari sendiri jawaban permasalahan yang diberikan, dan hal lainnya yang berkaitan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri. Dengan demikian, model pembelajaran ini diduga dapat meningkatkan potensi intelektual siswa, khususnya dalam pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran model  inquiry, siswa didorong untuk belajar melalui keterlibatan aktif mereka dengan konsep-konsep dan prinsip (Hamdani, 2011: 23).
    Penggunaan model pembelajaran inquiry dalam memahami konsep matematika dirasa sangat efektif. Karena sesuai dengan pendapat Sholeh (1998:39) bahwa saat ini siswa masih mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika, siswa tidak bisa menangkap konsep dengan benar, tidak mengerti arti lambang-lambang, tidak memahami asal-usul suatu prinsip. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika secara tuntas, maka model pembelajaran inquiry baik untuk pemahaman konsep matematika siswa. Dengan menggunakan model pembelajaran inquiry, dapat melatih siswa untuk menemukan konsep dan menyelesaikan sendiri berbagai konsep. Karena pemahaman konsep matematika dengan cara menemukan sendiri, penguasaan  terhadap materi yang ditemukan akan selalu melekat di ingatan siswa dan itu jauh lebih baik dari pada pemahaman terhadap konsep yang diajarkan dengan pemberitahuan. Dengan menemukan sendiri maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak mudah dilupakan. Pemahaman terhadap konsep memang tidak akan efektif bila hanya disampaikan dengan metode ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas. konsep sebaiknya diajarkan melalui penemuan, tidak melalui pemberitahuan (Ruseffendi, 2006:192).
                Dari uraian di atas, jelas bahwa ada hubungan model pembelajaran inquiry dengan pemahaman konsep matematika  yaitu cara menemukan sendiri dalam proses pembelajaran matematika, maka penguasaan terhadap konsep matematika akan selalu melekat di ingatan siswa dan tidak mudah dilupakan. Belajar matematika akan lebih bermakna bagi siswa apabila mereka aktif dengan berbagai cara untuk membangun sendiri pengetahuannya. Dengan demikian, suatu rumus, konsep atau prinsip dalam matematika, sebaiknya dapat ditemukan oleh siswa dengan bimbing guru. Pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk menemukan sendiri membuat mereka terbiasa melakukan penyelidikan dan menemukan sesuatu, khusunya dalam pembelajaran matematika.